Sabtu, 14 Oktober 2017

Asal Usul Tari Gadai

Asal Usul Tari Gandai BERBAGAI cerita rakyat yang menjadi asal mula nama sebuah daerah juga dimiliki Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Konon, dahulu nama Malin Deman berasal dari nama seorang pemuda yang memiliki nama Ahli Deman. Ia menjalani kehidupan di Hulu Sungai Batang Muar Capo bersama seorang pembantunya, Slamek. Bagaimana kisah Malin Deman hingga bertemu seorang putri yang bernama Puti Bungsu dan asal usul Tari Gandai. Berikut cerita singkatnya. DEMON FAJRI, Malin Deman. Pada zaman dahulu, di Hulu Sungai Batang Muar Capo hidup seorang pemuda yang bernama Ahli Deman, ayahnya Datok Rajo Tuo dan Ibunya Siti Rajo Kayo. Pada suatu malam, Ahli Deman bermimpi didatangi oleh orang tuanya dan berkata ‘’Hai si Buyung Malin Deman, pergilah engkau ke Batang Air Muar Capo pada saat hari baik bulan Batuah waktu bulan purnama. Di situ ada Puti Bungsu turun dari langit hendak mandi,’’ saut Datok Rajo Tuo, yang diceritakan Tokoh Masyarakat Desa Talang Arah, Zahidin. Pria kelahiran Talang Arah, 16 Juni 1968, kembali menceritakan, Malin Deman belum juga mau pergi karena diliputi rasa keraguan yang mendalam, karena dia menganggap mimpi adalah bunga tidur. Namun, pada malam berikutnya Malin Deman kembali bermimpi persis sama seperti malam sebelumnya, dan pada malam ketiga pun mimpi itu muncul kembali. Akhirnya, Malin Deman tergerak hatinya untuk pergi ke Hulu Sungai Batang Air Muar Capo yang berada di Ipuh tengah. Batang Air Muar Capo terbagi tiga yaitu Ipuh Tengah, Ipuh Panjang dan Ipuh Ilau. Malin Deman berangkat tidak sendirian, melainkan ditemani oleh pembantunya, Slamek. Pada sore Minggu malam Senin, ketika bulan purnama. Saat berjalan, Malin Deman menemukan sehelai rambut, ia berkata “Mek, saya mendapatkan sehelai rambut”. Rambut yang ditemukan cukup panjang, jika diukur dengan Meter maka panjangnya mencapai 7 Meter, sedangkan jika diukur dengan Hasta panjangnya mencapai 7 Hasta. Disinilah Malin Deman mulai bahagia sambil meneruskan perjalanannya. Tak lama kemudian, sebelum tiba di Hulu Sungai, Malin Deman menemukan gadis-gadis berparas cantik sedang mandi. Tapi, diantara beberapa gadis terdapat seorang gadis yang mandi terpisah dari yang lain. ‘’Malin Deman terus memandangi wajah wanita-wanita itu, yang tengah mandi. Namun, dia hanya tertaik pada satu wanita yang saat mandi terpisah dengan wanita-wanita lainnya,’’ kenang, suami dari Masrida Wati. Dirinya kembali mengenang, apa yang sempat diceritakan orang tauanya, saat itu dalam pikiran Malin Deman, gadis yang mandi sendirian adalah si Puti Bungsu. Gadis itu mandi di bawah sebatang pohon yang bernama Kanidai. Malin Deman menyinggahkan perahunya di dekat sebuah batu berukuran besar, sekarang dikenal dengan Batu Malin Deman. Selanjutnya, Malin Deman berpura-pura memancing dan matanya tetap tertuju pada Puti Bungsu yang tengah asik mandi. Tanpa sengaja, Malin Deman melihat baju milik Puti Bungsu yang berada di pinggir sungai. Malin Deman pun mulai mencari akal untuk mendapatkan baju itu. Timbul dalam pikiran malin Deman untuk mengambil baju dengan menggunakan Ilmu Pukam atau Ilmu Hitam yang dimilikinya. Setelah baju diperoleh, Malin Deman kembali lagi ke bawah pohon Kanidai dan berpura-pura memancing. ‘’Dia memikirkan, jika wanita yang mandi terpisah itu bisa menjadi pujaan hatinya,’’ lanjut orang tua dari Yanuar. Sehabis mandi, Puti Bungsu kembali ke darat bersama saudaranya untuk mengganti pakaian. Tapi, Puti Bungsu kaget dan heran bajunya telah hilang, sedangkan baju milik saudaranya masih ada. Sambil menangis, Puti Bungsu mengadukan hal itu kepada saudaranya. “Itulah dik, kalau mandi hendaknya satu tempat, karena orang bumi banyak akalnya,” kata salah seorang saudaranya sembari terbang ke langit. Puti Bungsu pun tinggal sendiri. Puti Bungsu berjalan sendiri, sambil mencari bajunya. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang nenek, Puti Bungsu pun berkata ‘’Hai nenek, adakah melihat bajuku hanyut?’’. Nenek itupun menjawab ‘’Jangankan dapat, goyangpun tidak pancing ku ini,’’ cerita Bapak 4 orang anak ini, meniru ucapan Malin Deman. Ia menambahkan, Puti Bungsu terus melanjutkan perjalanannya, di tengah perjalanan Puti Bungsu kembali bertemu seotang laki-laki berambut memutih bukan karena uban (sudah tua) tapi karena terkena bunga pohon Kanidai yang jatuh. ‘’Hai kakek tua, adakah melihat baju hanytu’’, sang kakek menjawab ‘’Hai Puti Bungsu berhentilah berjalan dan pergilah pulang, anak gadis tidak boleh berjalan sendirian’’ kata sang kakek yang tak lain adalah Malin Deman, jelas Jalal seolah meniru ucapan Malin Deman. Puti Bungsu kembali menjawab ‘’Aku mau pulang kek, tapi aku tidak punya baju untuk pulang’’. Kakek pun bertanya ‘’Jadi sekarang kamu mau pulang?,’’. ‘’Iya, tapi aku takut,’’ jawab Puti Bungsu, tambah Kades Talang Arah ini. Beberapa hari kemudian, Puti Bungsu diminta untuk menampilkan tari gandao oleh penduduk. Tak mau pikir panjang, Puti Bungsu langsung pergi ke belakang rumah untuk mempersiapkan gandai yang akan dilaksanakan saat malam hari. Ketika berada di belakang rumah, ia bertemu dengan tiga ekor elang. Puti Bungsu meminta pertolongan ketiga ekor elang mengajarkannya. Merasa belum puas, Puti Bungsu pergi ke pohon Cempaka yang tengah berbunga. Puti Bungsu berseru ‘’hai bunga, tolong temani saya untuk bergandai,’’. Permintaan Puti Bungsu dikabulkan, imbuh Zahidin mengingat sejarah tari gandai. Ketika malam tiba, penduduk desa memanggil Puti Bungsu agar menampilkan gandai. Untuk meniru bunyi Elang, Malin Deman membuat Serunai dari Bambu Telang Perindu sepanjang tujuh ruas dan lidahnya adalah daun kelapa gading. Sedangkan untuk bunyi sayap, Salamek membuatkan alat yang terbuat dari kulit Kijang. Setelah semua alat siap, Puti Bungsu menampilkan Tari Gandai dengan judul Nenet dengan dibantu oleh Eluh dan Cempaka. ‘’Puti dan Malin Deman itu saling jatuh cinta dan pada akhirnya menikah,’’ sahut pria yang hobi mancing itu. Saat tampil, penduduk senang dan gembira, wajah ketiganya (Puti Bungsu, Malin Deman dan Salamek) berseri dan sesekali bergerak seragam atau serentak. Malam kedua diteruskan lagi dan ternyata saudara-saudara Puti Bungsu yang berjumlah enam orang turun dari langit untuk menggantikannya menari dan bergandai. Puti Bungsu sangat bahagia, hatinya mendengar berita saudara-saudaranya akan turun. Dalam pesta pernikahan ini, Malin Deman memberikan pengumuman barang siapa yang ingin menyabung ayam, silakan datang. Hukuman bagi yang kalah, ayamnya dipotong dan membayar. ‘’Sejak itulah tari gandai mulai di kembangkan warga, hingga saat ini, yang mana dalam acara resepsi pernikahan biasanya selalu ditampilkan tari gandai,’’ tutup bapak yang suka berhomor ini.
Share:

galery

Popular